6 Tantangan Perbankan Indonesia

Perbankan sebagai perantara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana, nampaknya menghadapi tantangan nyata dalam tahun 2014 ini. Minimal ada 6 tantangan yang harus diselesaikan perbankan Indonesia:
  1. Selisih antara bunga kredit dan bunga tabungan terlalu tinggi. Dalam perbankan Indonesia dewasa ini (Jan 2014), bunga tabungan hanya berkisar 7%pa sedangkan bunga kredit berkisar 10%, bahkan 30% untuk pinjaman tanpa agunan. Selisih antara funding dan lending lebih dari 10%pa. Wajar saja sektor perbankan merupakan incaran Investor Saham dan lulusan sarjana yabg baru lulus
  2. Biaya Perbankan yang berlebihan. Meski memiliki spread besar, bank mengaku memiliki untung kecil dengan rasionalitas biaya operasional dan investasi yang besar (ditunjukkan oleh BOPO, yaitu rasio antara Beban Operasional dengan Pendapatan Operasional). Biaya operasional jelas membengkak sebab bank di Indonesia telah mengarah menjadi padat karya. Skala pembiayaan umum didasarkan kepada jumlah cabang (investasi) dan jumlah karyawan (operational expenses). Bahkan beberapa bank menciptakan cabang bank yang hanya beda nama jalan, lalu bagaimana cabang tersebut dapat mencapai skala ekonomis?
  3. Penetrasi perbankan ke usaha kecil dan informal lemah. Terlepas dari BRI yang porsi kredit usaha kecil dan kredit pedesaannya cukup dominan, hampir tidak ada bank lain yang masuk ke segmen ini. Bila bank memiliki mandat untuk membesarkan usaha kecil dan pedesaan, maka nampaknya kebijakan perbankan kita kurang efektif
  4. Kebijakan kredit yang kapitalistik, yang mendorong pembiayaan lebih pro kepada Borrower besar. Memang benar bahwa praktek lending kita sangat dipengaruhi oleh kebijakan perbankan dunia barat, namun sudah saatnya kita harus menerima kondisi negara ini dengan belum adanya identifikasi tunggal, dan manajemen usaha yang lemah yang membuat analisa kredit berdasarkan hard data sangat tidak mungkin dilakukan. Bank titil, yaitu bank di pedesaan yang memberikan kredit mikro dan menagih harian terbukti membesarkan usaha pedesaan, demikian juga BRI misalnya yang mampu menghadapi kendala data ini dan melakukan pendekatan analisa non kapital yang berdasarkan kepemilikan aset
  5. Bunga tabungan yang terlalu rendah. Pemerintah seharusnya paham bahwa di satu pihak dengan bunga simpanan hanya berkisar 7%pa dan inflasi 8%an maka telah terjadi negative rate, dan di pihak lain bahwa regulator keuangan tidak menyiapkan investment vehicle lainnya. Tanpa investment vehicle lainnya, pegawai dan pensiunan hanya memiliki pilihan aman pada perbankan nasional yang semuanya adalah Transactional Banking. Reksa dana dan pasar saham belum menjadi pilihan aman, entah karena kurang sosialisasi / edukasi masyarakat atau karena kurangnya jaminan pemerintah. Tanpa jaminan dari pemerintah di awal keberadaannya, akan sangat sedikit yang berpindah dari perbankan konvensional untuk berinvestasi
  6. Perbankan rentan skandal. Hampir setiap kali PEMILU, perbankan Indonesia yang formalnya para deposannya dijamin selalu menghadapi skandal sistematik. Dengan kondisi ini bagaimana diharapkan pertumbuhan perbankan dan financial institution lainnya yang sehat dan mandiri?
Lihat juga: