6 Pendekatan untuk Mengevaluasi Aplikasi Kredit

Pengucuran kredit adalah keputusan yang penuh resiko. Bayangkan untuk memperoleh keuntungan 3 juta per tahun maka perusahaan harus mengucurkan pembiayaan yang besarnya 100 juta*. Artinya potensi keuntungannya ‘hanya 3% dan potensi kerugiannya 30x lipatnya lebih’.
Salah satu yang membuat bisnis kredit ini tetap merupakan keputusan (investasi) yang masuk akal adalah kemampuan Kreditur meng-akuisisi Debitur yang tepat (Right Customer), yang umumnya dilakukan dengan pendekatan berikut:

1. Judgmental. Analis memutuskan menerima / menolak suatu aplikasi kredit berdasarkan pengalaman dan pemahaman pribadinya sendiri terhadap data calon Debitor

2. Komite Kredit. Di sini pendekatan yang dipakai masih subyektif seperti pendekatan pertama, namun obyektivitas dan akurasi diupayakan dengan pengambilan keputusan berdasarkan pendapat bersama yang diputuskan Ketua Panel Analis dari pendapat beberapa orang Analis. Tidak jarang Ketua Panel atau beberapa Analis memiliki bobot yang lebih tinggi dibanding lainnya berdasarkan kemampuan, pengalaman dan spesialisasi. Pada pendekatan ini mulai diperkenalkan pengambilan keputusan berdasarkan batas wewenang, area of expertise, dan konsep agency theory

3. Model Analitis. Keputusan menerima / menolak suatu aplikasi kredit didasarkan pada suatu model yang disepakati bersama oleh seluruh anggota Komite Kredit. Disini variabel penentu sudah disepakati bersama, demikian pula batas-batasannya sehingga subyektivitas dalam model telah digantikan konsep yang teruji dan berlaku umum. Konsep yang dipakai biasanya diambil dari text book, misalnya semakin besar rasio cicilan terhadap penghasilan (Debt Service Ratio = DSR) maka aplikasi kredit cenderung akan diterima

4. Model Statistik. Keputusan kredit ditentukan oleh Model yang dibuat melalui metode statistik dengan bahan berupa data aplikasi dan kualitas kredit. Pada pemodelan ini, kebenaran umum belum tentu dipakai sebab bila tidak dikonfirmasi oleh data maka akan gugur. Misalnya dalam pembiayaan konsumen, sering dijumpai kondisi bahwa kualitas kredit buruk pada segmen Debitur dengan DSR rendah (hutang << penghasilan) dan tinggi (hutang >> penghasilan). Berlawanan dengan textbook, hubungan DSR dengan kualitas kredit tidak monoton.

5. Model Perilaku. Data aplikasi kredit bisa jadi tidak mencerminkan perilaku pembayaran Debitur, bisa jadi segmen Debitur yang diduga baik atau bahkan sangat baik, ternyata malah sering menunggak. Oleh sebab itu Model Perilaku mengembangkan variabel penentu kualitas kredit dari data pembayaran, bukanlah dari data aplikasi

6. Model Pasar. Kredit dikucurkan selain memperhitungkan kemampuan calon Debitur membayar cicilan / kewajiban jangka pendek (likuiditas), namun juga memperhitungkan bilamana Debitur tidak lagi dapat menghasilkan pendapatan untuk mendukung likuiditasnya (rentabilitas) sehingga harus melunasi hutang dengan aset yang dimilikinya (solvabilitas). Informasi dari nilai aset dari calon Debitur dan nilai perusahaan calon Debitur inilah yang menjadi input dalam pemodelan solvabilitas calon Debitur

*) Misalnya keuntungan yang diharapkan adalah 3 juta dan sebagai penyederhanaan net interest spread sebesar 3%, maka pembiayaan yang harus digelontorkan adalah sebesar 3 juta : 3% = 100 juta. Net interest spread adalah selisih antara besarnya bunga yang harus dibayar Lender dan biaya modal perusahaan. Penyederhanaan dilakukan sebab “selisih” ini seharusnya memperhitungkan hal-hal diluar biaya modal seperti biaya operasional, dan biaya kredit termasuk biaya pencadangan