Hampir semua perusahaan mendorong cross/up-sell untuk mengoptimalkan nilai customer. Berikut ini 7 syarat cross/up-sell yang efektif :
- Target customer memiliki daya beli. Semua customer tentu ingin produk yang lebih baik, serta ingin membeli lebih banyak dan beragam, jadi cross/up-sell harus ditujukan kepada customer yang memiliki daya beli nyata. Misalnya backet size customer per transaksi adalah Rp. 100 ribu, dan produk Anda hanya 30%nya maka Anda berpeluang merebut Rp.70 ribu budget customer pada product category yang bersesuaian
- Ada pola cross/up-sell dari customer Anda. Bila Anda mengetahui bahwa customer yang membeli entry level sedan umumnya membeli security alarm dalam 2 bulan y.a.d maka Anda dapat menawarkan sekaligus opsi security alarm dalam penjualan mobil sedan Anda
- Tentukan base-line Anda. Manajemen yang efektif perlu diinspirasi target yang menantang, demikian pula dengan aktivitas cross/up-sell Anda. Oleh sebab itu kembangkan ukuran dan target hasil dan proses, seperti: incremental sales revenue, ROMI (Return on Marketing Investment), customer cross/up-sell rate, customer response rate, propensity-to-buy, quantity of lead, dan lain-lain
- Anda dapat menjangkau target customer Anda secara menguntungkan. Jangkauan pasar yang terbaik belum tentu yang sifatnya one-to-one, dan yang terburuk belum tentu mass marketing, namun pastikan Anda dapat berkomunikasi (meyakinkan), menghantarkan (delivery) dan terus mendukung customer (after sales support)
- Program Anda menunjukkan “mengapa customer harus membeli sekarang”. Adanya pola pembelian di masa lalu tidak menjamin pola yang sama terjadi sekarang, oleh karena itu tetap tunjukkan benefit pembelian sekarang kepada target customer Anda
- Anda dan Produk yang Anda tawarkan tidaklah buruk dimata customer. Bilamana customer memiliki daya beli dan pola pembelian, namun Anda dipersepsikan buruk (Brand Equity dan Product Value) maka semuanya percuma
- Product yang Anda tawarkan membentuk proposition yang bersesuaian dengan customer cycle atau product cycle. Misalnya dari analisa data terdapat hubungan antara penjualan popok bayi dan soft drink, namun bila Anda produsen popok bayi kemudian menawarkan cross/up-sell softdrink maka ini akan merancukan value proposition Anda. Berbeda halnya bila cross/up-sell dilakukan oleh retailer
Lihat juga: http://www.getelastic.com/cross-selling-tips-ecommerce/