6 Diskusi Umum Implementasi Statistical Application Scoring Menggantikan Heuristic Model

Perpindahan Model Application Scoring dari Model Heuristik kepada Model Statistik umumnya membuka diskusi baru. Diskusi ini tentunya tidak lepas dari bagaimana hasil model statistik dilihat dari kacamata pemodelan yang sebelumnya mengandalkan pengetahuan dan pengalaman subyektif dari para Credit Analist. Topik yang mencuat biasanya adalah:

  1. Jumlah Variabel. Model Heuristik umumnya sangat banyak, maklum karena menggunakan pendekatan text-book. Ketika Model Heuristik mencakup parameter yang lebih banyak daripada Model Statistik maka Model Statistik umumnya dipandang sebelah mata padahal dalam pendekatan ilmiah hukumnya adalah “Parsimony is premium” (sederhanaan adalah keutamaan) artinya bila dengan jumlah yang sedikit telah signifikan dan memiliki daya prediski yang cukup maka tidak perlu dipakai jumlah variabel yang lebih banyak. Sebaliknya bila Model Heuristik mencakup parameter yang lebih sedikit, maka Model Statistik dipandang terlalu kompleks dan tidak perlu (tidak efisien), padahal pendekatan modeling adalah “Make things as simple as possible, but not simpler” (menyederhanakan bila mungkin, asal tetap mampu memberikan prediksi yang signifikan) 
  2. Non-monotonicity. Model Heuristik umumnya memandang hubungan yang “linear”. Bila faktor penghasilan signifikan, maka semakin besar penghasilan semakin kecil kemungkinan default-nya. Pada pembuktian secara statistik, hasilnya tidak jarang bukanlah demikian, terutama pada Consumer Loan: default yang lebih tinggi dijumpai pada Pemohon dengan penghasilan kecil dan besar, justru yang menghasilannya menengah lebih aman
  3. Multivariate. Pemikiran kita terbiasa berpikir secara parsial, sedangkan pemodelan statistik memasukkan semua model sekaligus dan melihat semua variabel tersebut bekerja secara bersamaan sehingga diperoleh gambaran menyeluruh. Analoginya adalah seperti halnya hidangan masakan. Input untuk suatu masakan adalah mutivariate: garam, gula, daging, merica, keju, dll. Setiap input memiliki rasa-nya sendiri namun begitu dimasukkan ke dalam suatu masakan, semua rasa telah menyatu. Semua input tersebut tidak lagi saling bebas. Merica rasanya pedas, namun begitu masuk ke dalam cream soup, merica menguatkan rasa gurih, bukan lagi pedas
  4. Memisahkan perilaku pembayaran dari Model Application Scoring. Model Heuristik umumnya memasukkan history payment ke dalam pemodelan Application Scoring, sebaliknya Model Statistik Application Scoring mengeluarkan data tersebut dan mengembangkan model yang terpisah (independen) yaitu Behavior Scoring. Hal ini terjadi sebab Application Scoring memperkirakan default tidaknya suatu Aplikasi berdasarkan faktor instrinsik Calon Debitur, sebaliknya data perilaku pembayaran cicilan adalah hasil aktivitas Collection. Kedua Model sesungguhnya saling independen, bila faktor intriksik mampu memprediksi resiko default maka tidak diperlukan Behavior Scoring dan sebaliknya. Masalahnya Behavior Scoring hanya bisa diperoleh untuk seseorang yang sudah menjadi Debitur, oleh sebab itu tetap dibutuhkan Model Application Scoring
  5. Override: mengesampingkan rekomendasi scoring dan mengambil keputusan yang berlawanan. Scoring pada hakekatnya memberikan saran, jadi harus dimungkinkan terjadinya override. Bila sarannya adalah untuk ditolak namun karena pertimbangan tertentu kemudian diterima maka terjadi LSO (Low Side Override), bila sebaliknya terjadi HSO (High Side Override); yang penting adalah dicatat alasan override tersebut. Bila alasan override sudah dipertimbangkan dalam scoring, maka ini adalah kasus sosialisasi implementasi scoring saja. Namun bila alasannya diluar pertimbangan dalam scoring maka mungkin diperlukan segmentasi awal atau scoring yang lebih spesifik
  6. Akurasinya tergantung KESAMAAN kondisi ketika pemodelan dilakukan. Model Heuristik “mudah” menyesuaikan diri ketika terjadi perubahan kondisi bisnis (suku bunga, inflasi, kebijakan kredit, dll) sebab ada dalam setiap pemikiran pemutus kredit, sebaliknya Model Statistik harus dengan pemodelan ulang dan ini artinya keterlambatan sebab model memerlukan data historis. Hal ini tidak dipungkiri dan inilah kekurangan model historis, namun demikian belajar dari pengalaman selalu bermanfaat untuk menghadapi masa depan yang berubah. Selain pemodelan ulang, model yang lama dapat tetap dipakai untuk sementara waktu dengan penyesuaian cut-off, re-calibrasi, tambahan kebijakan kredit sebagai pendukung, dan pengamatan/ pengawasan ketat. Rule-of-thumb nya pada kondisi ini dimana PREDIKSI sudah sulit dilakukan, yang penting adalah melakukan PENGAMATAN