4 Slice-and-dice Umum untuk Mengembangkan Sub-Segment Resiko

Dalam dunia Marketing, 1-to-1 segmentation mulai dilakukan oleh perusahaan yang perlu menyasar secara akurat orang per orang di pasar karena alasan keterbatasan budget atau karakteristik produk yang spesifik. Segmentasi pasar untuk kepentingan resiko juga memiliki pola yang sama. Ketika kebijakan yang umum sudah tidak lagi efektif memperkirakan credit worthiness calon debitur maka Lender harus bergerak kepada seleksi yang lebih ketat melalui segmentasi yang mengarah personal. Berikut adalah 4 slice-and-dice yang umum dilakukan untuk mengembangkan sub-segment resiko:
  1. Domisili. Tidak dapat dipungkiri daerah mengindikasikan perbedaan penghasilan, pengeluaran dan gaya hidup. Contoh yang mencolok adalah bagaimana Baltimore adalah daerah dengan potensi saving terbesar, bukan karena tingginya penghasilan namun karena biaya hidup dan gaya hidup. Di Indonesia tipikalnya adalah Jawa Tengah. UMR lebih rendah dari Jakarta misalnya namun pengeluaran dan gaya hidupnya membuat penduduk Jateng cenderung memiliki tabungan yang siap dibelanjakan lebih tinggi.
  2. Jenis Usaha. Kemampulabaan jenis usaha tertentu cenderung lebih sensitif terhadap dinamika ekonomi dan pasar. Dulu sektor ritel dianggap sebagai safe heaven, namun tidak untuk usaha gerai modern. Sub-segmen gerai modern ini (pengusaha Indomart, Alfamart, dll) penghasilannya lebih sensitif terhadap kenaikan harga BBM, inflasi dan suku bunga. Tengok saja ketika situasi ekonomi tidak menguntungkan maka customer yang duduk-duduk di 7-eleven akan jauh berkurang, tentunya hal ini mempengaruhi capacity pemilik gerai yang harus meng-angsur.
  3. Credit History. Dulu credit history yang baik dapat dipakai untuk menunjukkan integritas dan capacity; sekarang data ini perlu ditelaan lebih lanjut. Nilai angsuran lama dan sekarang jelas menentukan capacity, namun apakah kendaraan yang telah lunas sebelumnya (pada pembiayaan kendaraan) masih operasional atau sudah dijual juga menjadi pertimbangan. Pada mortgage lending, sudah menjadi analisa standar bahwa DP untuk rumah ke-2 dimana rumah pertama masih ada mensyaratkan DP yang lebih rendah daripada bila rumah pertamanya sudah dijual. Ini menunjukkan telaah capacity dan gaya hidup terkait asset building calon debitur.
  4. Kesehatan Keuangan. Consumer lending umumnya lebih memperhatikan kemampuan calon debitur mengangsur, sedangkan kesehatan (dan kewajaran) kesehatan keuangan seperti porsi asset likuid, insurance coverage, porsi hutang terhadap total asset, dll kurang diperhatikan. Hal ini dahulu dimaklumi karena kesulitan data, namun kondisi dewasa ini memaksa penggunaan data untuk membuat estimasi yang selanjutnya dipergunakan untuk men-segmentasi calon debitur berdasarkan pengelolaan keuangannya. Pengelolaan yang buruk pada masa lalu mungkin tidak menyebabkan kebangkrutan karena pertumbuhan ekonomi (secara mikro istilahnya gali lubang tutup lubang), namun dalam ketidakpastian ini akan sangat beresiko.
Lihat juga:
Segmentasi berdasarkan Model ketika granularity data "cukup" untuk mapping sub-segment (dari valiancesolutions.com):


Bagaimana Segmentasi dapat membantu Marketing "menemukan" segment yang profitable, tentunya dapat juga untuk menentukan masa segment yang beresiko: