5 Hal untuk Menjamin Implementasi Customer Service yang Excellent

Banyak perusahaan telah memiliki Design Customer Service untuk customer Journey, di setiap Moment-of-Truth dan Contact Point-nya namun gagal membuat implementasi CS bertahan dan semakin baik. Beriku ini adalah 5 hal utama yang harus diperhatikan:
  1. Struktur Organisasi. Perusahaan akan peduli CS bila CS menjadi bagian dari KPI (Key Performance Indicator) Executive, oleh sebab itu perlu seorang PIC yang memiliki team (Department, Divisi) untuk mengerjakan dan melapor perkembangannya langsung kepada CEO. Beberapa perusahaan, seperti Oracle memiliki jabatan CCO (Chief Customer Officer) yang direct report kepada CEO dan bertanggungjawab atas customer experience, contact point, dan semua campaign yang menyasar customer; tentunya berkoordinasi dengan CMO (Chief Marketing Officer) yang lebih banyak bertanggungjawab dari sisi produk.
  2. Management Cycle. CS tidak pernah merupakan kinerja final (final performance), CS selalu adalah milestone. Artinya CS harus selalu ditingkatkan sebab persaingan yang semakin ketat, perkembangan tehnologi, customer yang semakin demanding, dan fitur CS yang di-copy. Dari kacamata manajemen, ini artinya CS harus selalu memutar roda P-D-C-A: merencanakan, melakukan, mengecek dan meningkatkan. Bila sudah melakukan service, pengecekan dan peningkatan harus selalu di-standarisasi, dievaluasi, di-ubah untuk menjadi lebih baik, dilaporkan dan di-standarisasi kembali.
  3. Komunikasi. Komunikasi verbal dan non-verbal bukanlah hanya bertukar informasi, namun juga emosi. Bila frontline melayani customer dengan happy, maka customer juga akan menerima emosi positif dari interaksi tersebut; ini seperti ketika kita terpancing marah saat kita bertanya dan menerima jawaban yang ketus. Banyak kali customer memaafkan produk atau layanan yang kurang sempurna, sebab yang diinginkan adalah sikap frontline yang bersahabat, sadar diri, dan segera memperbaiki yang kurang. Untuk membuat frontline mampu berkomunikasi demikian, perusahaan jelas harus memastikan frontline-nya dan juga karyawan lainnya happy. Selain itu Leader juga harus berkomunikasi kepada setiap karyawan di bawahnya dengan kaidah CS dan membuat komunikasi tersebut sebagai bagian CS Culture Development, melalui slogan CS, artefak, upacara dan lainnya sehingga semua bagian jelas mengerti CS yang baik, dan yang dihargai manajemen itu yang seperti apa.
  4. Fasilitas. Tidak dipungkiri, CS menuntut prasarana fisik tertentu agar frontline dapat melayani customer dengan lebih baik. Dari service yang di-design, maka dapat diturunkan fasilitas yang diperlukan perusahaan dan frontline. Perusahaan yang ingin memberikan kepuasan melalui konsultasi telpon 24 jam sehari, harus menyediakan Call Center 24 jam dilengkapi dengan tehnologi IVR, ADC, dll yang membuat customer cukup sekali bertelepon dan langsung masuk ke lin telpon perusahaan, tidak perlu berbicara kepada Inbound Agent untuk hanya mengecek sisa saldo, atau bila harus menutup kartu kredit tidak perlu “dilempar-lempar” dan berbicara berulang kali kepada Officer yang berbeda-beda. Di lain pihak Call Center Agent memerlukan fasilitas tertentu untuk dapat memberikan layanan yang bagus, seperti kendaraan transport malam hari, dan ruangan Call Center yang mampu meredam stress. 
  5. Sistem. Selain fasilitas, pelayanan yang WOW juga memerlukan prasarana non fisik. Kembali kepada contoh di atas, Call Center memerlukan Call Standard, yaitu bagaimana melakukan service call yang baik, memerlukan SOP yang menjembatani Call Center dengan Departemen lain yang terkait terutama untuk meneruskan complaint dan menjaga cycle-time solusi dari keluhan customer. Selain itu tentunya diperlukan training, dan mekanisme bilamana Call Agent “harus” melampaui wewenang biasanya (empowerment), misalnya In-bound Agent “dapat”menelepon customer tanpa melalui Outbound Agent. Hal yang terakhir ini sering dilupakan, padahal sangat dibutuhkan karena customer yang in-bound terutama untuk complaint ingin diupdate progress masalahnya oleh Agent yang sama.