6 Hal yang Business Plan (Umumnya) Tidak Bahas

Rencana Bisnis penting bagi investor dan Bank dalam pengucuran kredit, namun demikian Rencana Bisnis belum tentu menceritakan semuanya. Berikut ini adalah 6 hal yang umumnya tidak diceritakan dalam Rencana Bisnis untuk mengaburkan analisa:
  1. Predictive Revenue. Salah satu indikator bisnis yang sehat adalah pertumbuhan sales, dan fluktuasi revenue yang berlebihan menunjukkan resiko bisnis. Masalahnya adalah apakah perusahaan mampu menjawab apa faktor fluktuasi tersebut, atau menganggapnya sebagai faktor pasar yang tidak dapat dikelola? Selanjutnya apakah perusahaan mampu memprediksikan revenue mendatang secara akurat, yaitu tidak mempengaruhi biaya persediaan dan siklus pembayaran persediaan?
  2. Winning Strategy. Rencana Bisnis umumnya ditulis berdasarkan fungsi, misalnya Marketing, Sales, Operation, HR dst. Strategi bersaing yang terintegrasi umumnya hanya menjadi pengantar namun tidak mengikat erat fungsi-fungsi yang ada. Misalnya perusahaan yang memiliki rencana bersaing generic berupa Operation Excellence namun pada fungsi Marketingnya mengikrarkan strategi produk variety merchandising dan customization, pada fungsi Operationnya tidak banyak mempergunakan mekanisasi, pada fungsi HR recruitment-nya adalah merekrut karyawan dari fresh graduate. Contoh ini secara sederhana menunjukkan bahwa winning strategy kurang align dengan strategi di setiap fungsi; tambah lagi umumnya tidak ada penjelasan memuaskan mengapa alignment ini tidak terjadi.
  3. Soft-part of Business. Soft part bisnis seperti value/ prinsip, iklim dan budaya organisasi, umumnya hanya copy-paste saja, padahal secara praktek soft-part dari bisnis ini yang menentukan apakah leadership akan mampu menggalang komitmen seluruh karyawan melewati masa kritis.
  4. Unique Business Process. Dalam Rencana Bisnis, proses umumnya sekadar untuk membuat bisnis berjalan. Misalnya internet store akan membuat proses pemesanan, pembayaran dan delivery seperti halnya internet store lainnya. Pertanyaannya adalah, apakah produk dan harga benar-benar akan mampu men-differentiate bisnis? Internet store adalah contoh sempurna dari new business yang sesungguhnya sudah menjadi business generic. Pada bisnis demikian, proses bagaimana produk/ jasa sampai ke tangan konsumen, dikonsumsi dan menjalin hubungan untuk re-purchase adalah kunci segala-galanya; dan ini biasanya tidak muncul dalam Rencana Bisnis.
  5. Resiko. Kecuali bisnis keuangan dan pertambangan, Rencana Bisnis umumnya tidak membahas resiko terjadinya perbedaan asumsi bisnis. Yang umumnya kita lihat adalah misalnya Skenario Pesimis adalah terjadi inflasi, dan penurunan kepercayaan konsumen sebesar 10% dari asumsi dasar, maka terjadi penurunan sales sebesar 15%. Pertanyaannya adalah seberapa akurat skenario ini, seberapa sesungguhnya resiko yang harus ditanggung perusahaan dan berapa besar kontribusi dari setiap faktor penyebabnya? Untuk mengetahui ini semua, biasanya kita dipaksa me-melototi excel yang ruwet dan memiliki banyak asumsi yang tersebar di beberapa sheet sekaligus.
  6. Likuidasi. Likuidasi mencakup berapa nilai sisa yang bisa diselamatkan untuk setiap periode, dan besarnya kemungkinan terjadinya likuidasi (kemungkinan asset perusahaan merosot di bawah kewajibannya, kemungkinan tercapainya margin of safety, atau profit sudah di bawah pengembalian dana bebas resiko). Kemungkinan likuidasi bahkan alternatif pengajuan kebangkrutan umumnya tidak dibahas dalam Rencana Bisnis, padahal ini sangat penting bagi investor untuk memiliki gambaran bagaimana mereka “keluar” dan dengan berapa banyak uang di tangan.

Lihat juga:
Top 10 Business Plan Mistakes di http://www.entrepreneur.com/article/81188